Cerita Bersambung
Bagian 2 dari 7
Untuk #Challenge30HariSAPE_Hari9
Komunitas Sahabat Pena UGM
2018
Jujur saja, aku sedikit terkejut saat membuka mata. Bukan karena
keadaan kami yang basah kuyup atau karena ekspresi datar perempuan—baiklah,
mantan kekasihku yang ternyata adalah mata-mata kerajaan—itu yang masih
berbaring sambil menatap langit dini hari tanpa sering berkedip. Namun
kekagetanku lebih karena aku tidak menyangka kami masih bisa bertahan hidup.
Maksudku, ayolah!
Walaupun sekarang tubuhku sudah terasa lebih bersahabat, aku
yakin kemarin kami tidak berpindah terlalu jauh dari daerah musuh.
Apa wujud kami sebegitu menyedihkannya sehingga tersamarkan
oleh reruntuhan dan mayat-mayat?
Aku menegakkan punggung sambil berusaha mensyukuri apapun yang
terjadi pada kami semalam, lalu menoleh untuk melihat keadaannya lebih lanjut.
Aku tidak tahu separah apa luka-luka bakar dan memar di
tubuhnya—aku memilih untuk tidak menyebut namanya, itu membuatku sedikit tidak
enak hati—tapi aku merasa dia lebih kuat daripada orang kebanyakan.
Mungkin air hujan mengurangi perih di kulitnya.
“Kamu masih peduli padaku.” Aku mendengus saat dia melanjutkan
dengan sedikit tertawa.
“Sudah tugasku, untuk alasan kemanusiaan.” Aku beringsut
mendekatinya sambil sesekali menoleh ke belakang. Pasukan musuh masih di sana,
samar terlihat karena matahari belum muncul. “Kenapa kita harus ke barat?”
“Banyak hal yang tidak untuk kamu tahu.” Dia mencoba
tersenyum. “Tapi akan kuberi tahu kalau ibukota adalah sasaran penyerangan
selanjutnya, begitu yang dapat terbaca dari pola penyerangan musuh. Daerah barat
adalah tempat paling aman untuk saat ini, karena beberapa alasan.”
Aku terdiam. Daerah barat adalah tempat penyerangan pertama, pusat
militer kerajaan, dan adalah rumah kami—dulu sebelum ia memboyong sebagian
besar keluarganya ke kota ini setelah menikah. Wilayah sipilnya sudah luluh
lantak, termasuk rumah dan ibuku. Tapi wilayah militernya belum berhasil
dijatuhkan.
“Kita memang sudah tidak punya siapa-siapa lagi di sana. Tapi
apa kamu punya tempat lain untuk kembali?”
Aku tidak menjawab
kecuali langsung mencoba berdiri. Debu dan amis darah beradu aroma tanah yang
menguapkan sisa hujan. Aku memeriksa tubuhku, beberapa tulang yang kurasa
bergeser sudah kukembalikan secara paksa semalam, dan sepertinya bengkaknya
mulai mengempes.
“Kau bisa berjalan sendiri?”
“Kenapa kamu tidak menggendongku saja di punggungmu, seperti
dulu.”
“Hanya kalau kau bisa balik menggendongku setelah kita keluar
dari daerah ini.”
“Aaa…”
Kami tertatih-tatih mencoba mendului mentari dengan saling
membopong tubuh satu sama lain. Entah berapa lama kami akan sampai ke sana dengan luka dan ancaman penyergapan atau
terjebak dalam suatu serangan, serta tanpa kepastian akan makanan dan tempat
berlindung. Satu-satunya bekal selain diri kami adalah belati yang kuselipkan
di balik pakaianku.
Dia mengenal daerah ini dengan sangat baik ternyata. Dengan sedikit
berusaha lebih keras untuk menyelinap atau menggeser beberapa runtuhan, kami
terbaring dengan napas terseret-seret di antara ilalang saat matahari mulai
naik di belakang kami. Selain kerapatan tumbuhnya yang sempurna untuk menutupi
kami, tanahnya yang empuk juga cocok untuk sedikit menyenangkan tubuh yang
sejak tadi dipaksa bergerak.
“Berterima kasihlah padaku.” Dia mendesahkan napas berulang
kali. “Jika aku tidak jeli melihat kain-kain tadi, kita hanya akan melukai diri
sendiri dengan baju yang tidak sempurna
melindungi dari daun-daun tajam ini.”
Aku bangkit dari pembaringan, mencabut beberapa batang ilalang
yang gemuk hingga akar, lalu membersihkan rimpangnya dari tanah sekenanya. “Aku
menawarkanmu makanan.”
“Suapi aku.” Matanya yang menatap jahil tiba-tiba sedikit
melebar saat aku mengeluarkan belati untuk memotong rimpang ilalang dari
batangnya. “Aku tidak tahu kamu membawa senjata.”
“Setidaknya sekarang kau tahu untuk tidak bertingkah
sembarangan.”
“Bukannya itu belati yang kuberikan padamu dulu? Aku tersanjung
kamu masih menyimpannya, terasah tajam pula.”
Aku tidak menjawab, membiarkannya mengulum entah senyum apa
di bibir keringnya.
Perjalanan ini akan lebih dari sekedar perjalanan pulang.
Komentar
Posting Komentar
Thanks for reading! Waiting for your response