Sepotong puisi
Untuk #Challenge30HariSAPE_Hari7
Komunitas Sahabat Pena UGM
2018
Temanku berbeda
Dia berjalan malas ke masjid selama awal bulan puasa
Tapi semakin bersemangat menjelang akhir bulan puasa
Tidak seperti orang kebanyakan
"Bukannya tidak suka," dia menjawab di minggu terakhir, saat kami duduk sebentar di serambi masjid. "Aku kurang nyaman dengan keramaian."
"Maksudmu anak-anak yang berlari dan berteriak dengan kembang api dan energi tak terbendung?" Aku menatap jalan besar yang semakin padat, jauh di mulut lorong. "Mereka menghidupkan masjid. Aku malah rindu dengan langkah buru-buru mereka saat imam sudah menyebut salam."
Temanku menggeleng, keningku berkerut.
"Maksudmu remaja-remaja tanggung yang beradu mesin motor atau kata-kata yang bebas selepas mereka menanggalkan sarung dan peci mereka?" Kipas angin di dalam masjid mulai dimatikan oleh takmir. "Aku juga sedikit terganggu, jujur saja."
Temanku menggeleng, aku mengusap dagu.
"Maksudmu gadis-gadis yang pulang berombongan dan berkasak-kusuk mengenai dunia dan seisinya sepanjang mukena mereka melambai?" Aku merasa geli jika mengingat bagaimana dulu aku terkaget-kaget waktu kecil, melihat para gadis dalam mukena putih mereka yang tidak tertanggalkan hingga rumah. "Beberapa ibu-ibu juga melakukan hal sama. Walaupun kebanyakan mereka shalat di rumah karena anak dan suaminya tak mungkin pulang dengan meja makan bertatakan takjil yang sudah dicicipi waktu."
Dia menggeleng lagi. Aku berpikir cepat saat lampu-lampu mulai dimatikan.
"Aku rasa bapak-bapak tidak banyak meramaikan, mereka selalu diam dan hanya tertawa seperlunya." Aku berdiri saat pintu masjid ditutup dan kuncinya diputar. "Ayo, kau bisa menikmati teduh besok subuh lagi."
Temanku tertawa kecil, menatapku sambil tersenyum.
"Orang-orang di lingkungan kita adalah orang baik-baik. Mereka tahu kalau masjid kita selalu kecil, makanya mereka mengalah dan membiarkan angin sejuk menemani orang-orang yang memang merindukan Tuhan. Aku senang tinggal di sini."
Temanku mendengus kecil lalu pergi tanpa menungguku.
Aku tidak tahu harus berbuat apa, dia takkan kembali walau kupanggil.
Karena dia bukan sekedar teman untukku.
Dan untuk kalian juga, mungkin.
Untuk #Challenge30HariSAPE_Hari7
Komunitas Sahabat Pena UGM
2018
Temanku berbeda
Dia berjalan malas ke masjid selama awal bulan puasa
Tapi semakin bersemangat menjelang akhir bulan puasa
Tidak seperti orang kebanyakan
"Bukannya tidak suka," dia menjawab di minggu terakhir, saat kami duduk sebentar di serambi masjid. "Aku kurang nyaman dengan keramaian."
"Maksudmu anak-anak yang berlari dan berteriak dengan kembang api dan energi tak terbendung?" Aku menatap jalan besar yang semakin padat, jauh di mulut lorong. "Mereka menghidupkan masjid. Aku malah rindu dengan langkah buru-buru mereka saat imam sudah menyebut salam."
Temanku menggeleng, keningku berkerut.
"Maksudmu remaja-remaja tanggung yang beradu mesin motor atau kata-kata yang bebas selepas mereka menanggalkan sarung dan peci mereka?" Kipas angin di dalam masjid mulai dimatikan oleh takmir. "Aku juga sedikit terganggu, jujur saja."
Temanku menggeleng, aku mengusap dagu.
"Maksudmu gadis-gadis yang pulang berombongan dan berkasak-kusuk mengenai dunia dan seisinya sepanjang mukena mereka melambai?" Aku merasa geli jika mengingat bagaimana dulu aku terkaget-kaget waktu kecil, melihat para gadis dalam mukena putih mereka yang tidak tertanggalkan hingga rumah. "Beberapa ibu-ibu juga melakukan hal sama. Walaupun kebanyakan mereka shalat di rumah karena anak dan suaminya tak mungkin pulang dengan meja makan bertatakan takjil yang sudah dicicipi waktu."
Dia menggeleng lagi. Aku berpikir cepat saat lampu-lampu mulai dimatikan.
"Aku rasa bapak-bapak tidak banyak meramaikan, mereka selalu diam dan hanya tertawa seperlunya." Aku berdiri saat pintu masjid ditutup dan kuncinya diputar. "Ayo, kau bisa menikmati teduh besok subuh lagi."
Temanku tertawa kecil, menatapku sambil tersenyum.
"Orang-orang di lingkungan kita adalah orang baik-baik. Mereka tahu kalau masjid kita selalu kecil, makanya mereka mengalah dan membiarkan angin sejuk menemani orang-orang yang memang merindukan Tuhan. Aku senang tinggal di sini."
Temanku mendengus kecil lalu pergi tanpa menungguku.
Aku tidak tahu harus berbuat apa, dia takkan kembali walau kupanggil.
Karena dia bukan sekedar teman untukku.
Dan untuk kalian juga, mungkin.
Komentar
Posting Komentar
Thanks for reading! Waiting for your response