Sebagian Cerita Pendek
Untuk #Challenge30HariSAPE_Hari1
Komunitas Sahabat Pena UGM
2018
Perempuan itu sedang asyik
membolak-balikkan lembar tabloid fashion saat
namamu muncul di layar telepon genggamnya. Dia mengangkat alis karena sedikit
terkejut, lalu meminta waktu sebentar untuk undur diri dari gelak tawa
teman-temannya.
“Masih di kampus?” Itu yang pertama
kau ucapkan saat melihat wajahnya yang diramaikan bintik peluh. Dia mengangguk
sambil mencari sisi yang kosong untuknya duduk dengan wajahmu di genggaman
tangannya. Padahal dia sudah berulang kali berkata bagaimana tidak tampannya
garis-garis yang menyusun wajahmu, tapi entah kenapa dia malah tersenyum-senyum
tanpa jeda setiap kali kalian bertukar tatap.
“Ini masih santai.” Dia tersenyum
kecil saat kau menegur anak-anak rambut yang mengintip bersama usahanya
menyelipkan earphone ke balik
kerudung. “Besok dan besoknya lagi akan lebih banyak lagi yang harus
diselesaikan.”
“Sayang sekali.” Kau tertawa kecil
saat melihat wajah bingungnya yang meminta penjelasan. “Padahal aku mau ke sana
besok lusa.”
“Ah, kamu sudah libur, ya.” Dia
menghela napas lalu tertawa renyah. “Waktunya tidak tepat, aku mungkin harus
tetap di kampus sampai sore. Lagipula, kalau bulan puasa begini kita tidak bisa
keliling makan.”
“Kalau tidak keberatan, kamu bisa aku
jemput sorenya, nanti buka puasa di tempat kita biasanya makan.” Kau menikmati
bagaimana perempuan itu tampak berpikir-pikir, lalu tiba-tiba teringat akan
sesuatu. Buru-buru, kau memotong acara berpikir-pikirnya. “Tidak, tidak. Kamu
pasti capek sekali. Aku tarik tawaranku.”
“Habis tarawih.” Dia mengangguk
mantap, menatap matamu seperti benar-benar berwujud di hadapannya (atau
setidaknya begitu yang selalu diharapkannya). “Kamu harus pergi ke tempat eyang
dulu, baru pikirkan tentang aku.”
Kau mengirim gelak tawamu ke
pandangan dan pendengarannya, memancing senyum yang menyenangkan. “Kamu tahu
aku tidak cukup kaya untuk menyewa kamar.”
“Ah, omong-omong.” Perempuan itu
tiba-tiba berdiri dari duduknya, mengantarkan pandangan dan pendengaranmu pada
keramaian teman-temannya. Kau sedikit menggerutu—yang hanya berhasil memancing
kekehan manisnya—saat beberapa laki-laki menyapanya dengan sedikit
bermain-main.
“Hei, berikan aku tabloid itu.” tukas
perempuan itu setelah membalas sapaan—yang bagimu sangat tidak
menyenangkan—tadi tanpa banyak berpikir.
“Untuk apa?” seseorang membalas
dengan bingung sementara kau merasa sedikit lega saat melihat bahwa para
laki-laki tadi sudah berganti dengan perempuan-perempuan yang bertukar tawa.
“Aku harus meminta pendapat
seseorang.” Dia menjawab pendek dan kau bisa mendengar antusiasme di sana.
“Siapa?”
Kau mendecakkan lidah saat menyadari
beberapa laki-laki kembali mendekat setelah pernyataannya tadi. “Katakan:
kekasihku yang besok akan datang menemuiku.” Desakmu sedikit kesal saat
menyadari beberapa orang mulai penasaran akan telepon yang masih terhubung
panggilan video kalian.
“Penasihat pribadiku.”
Kau bisa melihat lewat layar telepon genggammu
bahwa keadaan berubah cepat, seakan dia segera pergi tanpa peduli pasal. Suara kresek bergantian menghampiri
pendengaranmu, sekejap sebelum wajahnya kembali memenuhi pandanganmu.
“Apa?” nada suaramu menurun bersama
hening yang kembali menggandeng percakapan kalian.
“Pilihkan satu buatku.” Senyum
perempuan itu tiba-tiba lebar sekali sampai tampak barisan giginya. Kau tertawa
dalam hati saat menyadari kalau itu dia lakukan untuk menyamarkan semburat
merah yang merayapi dua pipinya.
Dia tidak (tampak) mempedulikan
tawamu, beralih membentangkan dua halaman tabloid tadi menutupi wajahnya. Kau memicingkan
mata saat satu telunjuknya muncul dan menunjuk beberapa gambar yang tercetak di
kedua halaman itu. “Kamu bisa lihat perbedaan motif dan warnanya. Setidaknya sebutkan
satu dari mereka yang menurutmu akan sangat menyenangkan untukku memakainya.”
“Aku tidak tahu kamu akan seputus asa
atau sepayah itu soal mode sampai merasa perlu bertanya padaku.” Kau menatap gambar-gambar
itu baik-baik, berusaha memancing sebuah opini dari pikiranmu yang jarang
berlatih untuk hal semacam ini. “Apalagi ini soal kerudung! Aku yakin bahkan
ayahmu sendiri akan butuh waktu untuk keputusannya.”
“Ini bonus pembelian.” Dia mulai
menjelaskan dan menampakkan sedikit matanya yang pandangannya kadang membuatmu
gentar itu. “Harus dimanfaatkan sebaik mungkin.”
“Kalau memang harus bertanya padaku,”
Kau bergumam sedikit sambil mengelus dagu yang rasa-rasanya sudah perlu
dilicinkan lagi. “Pilih yang paling lebar.”
Dua halaman tabloid itu raib,
berganti wajah perempuan itu dalam ekspresi yang sulit kau maknai. “Kalau kamu
tanya kenapa, aku yakin sekali kamu lebih tahu alasannya daripada aku.” Lanjutmu
sedikit ragu.
“Aku hanya,” Hening lalu mengambil
alih sejenak hingga akhirnya perempuan itu mengangguk kecil. “Tidak menyangka.”
Kau merasa sedikit salah tingkah
ketika perempuan itu kemudian tidak berkata apa-apa lagi, seketika ditelan
lamunannya sendiri. Sedikit tergagap, kau memutuskan untuk berusaha
mengembalikan suasana. “Baiklah aku akan benar-benar memilih satu. Perlihatkan lagi.”
Kau bisa dengan jelas melihat
perempuan itu menggigit bibirnya saat menggeleng. Suaranya tiba-tiba
terbata-bata saat berkata harus mengerjakan sesuatu. Kau hanya bisa mengangguk
pelan-pelan dan membisukan lisan saat perempuan itu memutuskan panggilan
kalian.
Layar ponsel kalian hitam sekejap.
Lalu kembali berwarna sesuai
kesibukan masing-masing.
Kau menyingkirkan ponsel itu dari
jangkauanmu lalu beralih mengusap wajah sambil berpikir-pikir cemas. Tapi kau
tidak tahu sama sekali kalau perempuan itu malah menggenggam ponselnya sambil
wajahnya dibenamkan ke perlipatan kedua lututnya yang tegak.
Kau juga tidak tahu saat pundaknya
sedikit bergetar, namun tiba-tiba berhenti dan beku saat sebuah tangan
menepuknya.
“Aku tahu kamu tidak akan memakai cincin
di jari manis tanpa alasan.”
Kau mungkin bisa melihatnya berdiri
dan pergi tanpa berbicara, kalau kau ada di sana. Tapi kau tidak ada di sana,
dan dia juga tidak pernah sedikit pun berharap pertanyaan itu kau ajukan
padanya;
Komentar
Posting Komentar
Thanks for reading! Waiting for your response