Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2018

Kepalaku?

Seonggok Puisi Pendek Untuk #Challenge30HariSAPE_Hari15 Komunitas Sahabat Pena UGM 2018 Ruangan ini sepi, tak berbunyi Rumah ini senyap, tak berderap Tapi aku terjebak dalam riuh, berbanjir peluh Suara-suara yang mendesak Mengisi kepala hingga bengkak Aku mengeluh pening Kata suara itu, Potong saja agar tak sering Aku bertanya tanpa ucap, Apanya? Kepalaku? Tanganku mulai menggores Kata suara itu, Gantung saja dengan tambang Aku tertegun kebingungan, Setelah dipotong? Sebelum dipotong, Suara itu menjawab sambil terkikik Agar kau tahu Kematian pun mustahil tanpa usaha Lalu semua merah Disusun perih  Lalu hitam tak berselang 

Putri Tidur

Cerita Bersambung Bagian 7 dari 7 Untuk #Challenge30HariSAPE_Hari14 Komunitas Sahabat Pena UGM 2018 “Saat aku bertemu denganmu lagi, kamu tidak tahu betapa aku sangat bahagia. Apa yang ada di kepalaku adalah kita dianggap sudah mati lalu kita bisa memulai semuanya dari awal. Kau tahu, naif sekali ya? “Tapi di malam itu, tahukah kamu kalau pasukan republik mendatangi kita? Mereka mengobati kita, seperlunya memang, tapi itu membuat kita bertahan hidup. Kamu mungkin tidak sadar, tapi aku cuma pura-pura tidur, seperti putri tidur di dongeng, tapi dengan wajah yang menggambarkan kekerasan, bukan kedamaian. Walaupun aku tidak tahu kenapa mereka tidak membawa kita, daripada membiarkan kita berkeliaran.” Aku menelan potongan roti bagianku saat ia sudah menghabiskan seperempat rotinya. Rasanya jelas berbeda dengan roti sempurnanya dulu—hebat, aku masih ingat rasanya—tapi aku merasakan hal yang sama dengan dulu saat memakannya. Seperti kami akan berpisah lagi. Di luar, serang...

Putri Tidur: Bisakah Kamu Menutup Pintu?

Cerita Bersambung Bagian 6 dari 7 Untuk #Challenge30HariSAPE_Hari13 Komunitas Sahabat Pena UGM 2018 Dia besar di tengah-tengah keluarga dengan latar belakang militer yang kental, maka aku tidak pernah sekalipun mendapatinya berbohong. Termasuk kali ini, ketika ia dapat dengan mudah menemukan cara untuk masuk ke dalam benteng utama, dan tersenyum bangga kepadaku seolah berkata, “Aku benar-benar mata-mata kerajaan.” Mau tidak mau, aku harus mengakui kalau aku gemas melihatnya. Ingin sekali aku berjalan sombong daripada menunduk-nunduk ketika kami melewati barisan pasukan republik dan berkata padanya, “Kau aman karenaku, ketahuilah dan berbahagialah.” Kami dihentikan beberapa prajurit di dalam benteng, namun ia dengan cepat mengatasinya. Kami dipisahkan setelah itu, dan aku tidak berkata apa-apa saat dia sejenak berbalik dan melempar senyum padaku sebelum mengikuti beberapa prajurit lain ke suatu lorong yang luas. Sementara aku dikawal seorang prajurit yang tiba-tiba mend...

Putri Tidur: Bisakah Kau Memanggang Roti?

Cerita Bersambung Bagian 5 dari 7 Untuk #Challenge30HariSAPE_Hari12 Komunitas Sahabat Pena UGM 2018 Bukan sembarang orang yang bisa tinggal di wilayah sipil barat. Padatnya kegiatan militer di sana membuat kehidupan masyarakat mau tak mau harus lekat dengan kemiliteran walaupun tidak terlibat langsung dengan kegiatan militer. Apalagi sejak wilayah barat ditetapkan sebagai pusat militer kerajaan, banyak anggota militer yang memindahkan keluarga mereka ke wilayah sipil barat. Sehingga mau tak mau, baik wilayah sipil pun merasakan pengaruh militer yang keras di dalam masyarakatnya. Dan itulah yang aku dan perempuan ini alami sejak kecil. Aku mengenalnya sebagai putri kolonel, satu-satunya anak perempuan di keluarga. Kami berada di sekolah yang sama dan ia seringkali dikirim ke rumahku untuk belajar membuat roti dari ayahku. “Apa kamu ingat? Dulu kita sering bilang, setelah menikah kita akan membuka toko roti kita sendiri dan tidak akan membiarkan satu pun generasi keluar...

Putri Tidur: Bisakah Kau Membunuhnya?

Cerita Bersambung Bagian 4 dari 7 Untuk #Challenge30HariSAPE_Hari11 Komunitas Sahabat Pena UGM 2018 “!” Punggungku tegak mendadak, mataku awas bergulir. Tubuhku rebah di ranjang kayu, sendiri di tengah sebuah ruang temaram. Di mana dia? Ah. Di mana aku? “Kau harus punya penjelasan yang masuk akal.” Seseorang tiba-tiba mendekatiku. Aku memperbaiki posisiku sesegera mungkin saat menatap wajahnya. “Apakah keyakinanku bahwa kau memahami sepenuhnya perintah terakhir itu keliru?” “Aku tidak bisa hanya melihat orang sekarat di depanku.” Orang itu tegap tepat di pinggir ranjangku. “Apa yang kau rencanakan?” Aku meremas jari-jariku kuat. “Di mana dia sekarang?” “Tergantung jawabanmu.” Aku menghela napasku yang sedari tadi tertahan. Mataku lalu beralih serius, menatap mata tajam pria yang sedari tadi sepertinya mengamati kondisiku. “Aku bisa menahan diri untuk tidak mencegah kematian mengunjungi ibuku.” Aku memejamkan mata sambil menahan buncah emosi dar...

Putri Tidur: Bisakah Kau Naik ke Punggungku?

Cerita Bersambung Bagian 3 dari 7 Untuk #Challenge30HariSAPE_Hari10 Komunitas Sahabat Pena UGM 2018 Aku tidak tahu harus memilih apa: waktu, keselamatan, atau makanan. Melewati jalur umum memang menghemat waktu, tapi akan sulit menemukan sesuatu untuk dimakan dan akan rawan bertemu musuh atau terlibat dalam penyerangan. Menembus hutan hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga. “Tergantung peruntungan.” Dia mengambil napas panjang-panjang saat aku mengajukan rencana perjalanan melalui desa-desa di pinggiran. Pertimbanganku, kami bisa saja mendapat makanan dan pengobatan, atau mungkin sedikit perlindungan, dari mereka. Lagipula setelah kupikir-pikir lagi, kami tidak punya masalah apapun dengan waktu. “Kalau kita sial, kita bisa bertemu atau diserahkan kepada musuh. Kalaupun tidak, besar kemungkinan kita disangka pihak musuh. Pakaian prajurit kerajaan bisa dipungut di mana pun sekarang ini.” “Apa kau tidak tahu desa mana saja yang kira-kira masih loyal pada kerajaan? At...

Putri Tidur: Bisakah Kau Berjalan Sendiri?

Cerita Bersambung Bagian 2 dari 7 Untuk #Challenge30HariSAPE_Hari9 Komunitas Sahabat Pena UGM 2018 Jujur saja, aku sedikit terkejut saat membuka mata. Bukan karena keadaan kami yang basah kuyup atau karena ekspresi datar perempuan—baiklah, mantan kekasihku yang ternyata adalah mata-mata kerajaan—itu yang masih berbaring sambil menatap langit dini hari tanpa sering berkedip. Namun kekagetanku lebih karena aku tidak menyangka kami masih bisa bertahan hidup. Maksudku, ayolah! Walaupun sekarang tubuhku sudah terasa lebih bersahabat, aku yakin kemarin kami tidak berpindah terlalu jauh dari daerah musuh. Apa wujud kami sebegitu menyedihkannya sehingga tersamarkan oleh reruntuhan dan mayat-mayat? Aku menegakkan punggung sambil berusaha mensyukuri apapun yang terjadi pada kami semalam, lalu menoleh untuk melihat keadaannya lebih lanjut. Aku tidak tahu separah apa luka-luka bakar dan memar di tubuhnya—aku memilih untuk tidak menyebut namanya, itu membua...

Putri Tidur: Bisakah Kau Bertahan Sampai Besok?

Cerita Bersambung Bagian 1 dari 7 Untuk #Challenge30HariSAPE_Hari8 Komunitas Sahabat Pena UGM 2018 Aku ingat betul saat badanku berusaha merangkak keluar dari runtuhan kota yang rata oleh api dan senjata berat. Musuh di belakang berteriak kesenangan, tapi terdengar kesetanan untukku. Di kepalaku sekarang hanya wajah Ibu yang kulihat terakhir kali saat mengantarku ke depan pintu rumah tahun kemarin, sebelum menyerahkanku pada dua serdadu kerajaan yang menjemput dengan pucuk senjata untuk kupeluk. “Pulanglah dengan selamat.” Ibu, tidak ada yang bisa menjamin itu di antara letusan senapan. “Kembalilah dengan utuh,” Ibu, telinga kananku tinggal separuh. “Atau setidaknya hidup-hidup.” Bu, sepertinya semuanya akan lebih mudah kalau aku mati. Ah, benar. Kenapa aku harus berjuang? Kota tempat tinggalku kemarin sudah diratakan juga. Dan ibu masih di sana, menungguku,  walau sekarang hanya sebagai ingatan . “Ibu melahirkanmu dalam wujud yang lengka...

Dia, Temanku

Sepotong puisi Untuk #Challenge30HariSAPE_Hari7 Komunitas Sahabat Pena UGM 2018 Temanku berbeda Dia berjalan malas ke masjid selama awal bulan puasa Tapi semakin bersemangat menjelang akhir bulan puasa Tidak seperti orang kebanyakan "Bukannya tidak suka," dia menjawab di minggu terakhir, saat kami duduk sebentar di serambi masjid. "Aku kurang nyaman dengan keramaian." "Maksudmu anak-anak yang berlari dan berteriak dengan kembang api dan energi tak terbendung?" Aku menatap jalan besar yang semakin padat, jauh di mulut lorong. "Mereka menghidupkan masjid. Aku malah rindu dengan langkah buru-buru mereka saat imam sudah menyebut salam." Temanku menggeleng, keningku berkerut. "Maksudmu remaja-remaja tanggung yang beradu mesin motor atau kata-kata yang bebas selepas mereka menanggalkan sarung dan peci mereka?" Kipas angin di dalam masjid mulai dimatikan oleh takmir. "Aku juga sedikit terganggu, jujur saja." Temanku...

Tuhan Maha Pengasih

Sebagian Cerita Pendek Untuk #Challenge30HariSAPE_Hari6 Komunitas Sahabat Pena UGM 2018 Kau baru saja menyelesaikan cucian piringmu saat ponselmu berkedip-kedip. Lelaki yang semalam menghabiskan beberapa hitungan jam dengan terus menggamit telapak tanganmu itu mengirim pesan, di pagi buta. “Temani aku jogging .” Begitu katanya setelah kau mengabari kalau kelasmu dimulai agak siang hari ini. “Hanya menemani, iya.” Kau mengulum gerutu saat ingat puasamu. “Masih banyak pekerjaan yang butuh energi hari ini.” “Jangan tidur.” Ledeknya soal kebiasaanmu. “Aku bukan kamu.” Kau memang lalu tidak kembali ke kasur hingga lelaki itu mengangkutmu lagi dengan motornya menuju lapangan di pelataran kampusmu. Namun selama satu jam ia berlari kecil, setiap ia melirikmu bersama hembus napasnya, yang ia dapati adalah dirimu yang duduk di bagian berumput sambil membungkuk dan terkantuk-kantuk. “Sudah?” Kau menggosok mata dan wajah saat ia merangkulmu. “Seseorang akan mengangkatmu ...

Kita, Manusia

Sepotong Puisi Untuk #Challenge30HariSAPE_Hari5 Komunitas Sahabat Pena UGM Pernahkah kau mengalami hari yang begitu buruk, Sampai kau menyalahkan semua orang —bahkan Tuhan? Padahal yang terjadi sepanjang waktunya Hanya hal-hal yang tidak sesuai rencanamu Apa? Tidak pernah? Ayolah. Kau bisa menyakiti seseorang kalau menipunya. Dan bukankah dirimu sendiri juga seorang ‘seseorang’? Katakan saja. Menyakiti diri sendiri itu tidak berguna. Dosa pula. Benar, kan? Lihatlah, pipimu memerah. Kau malu karena ketahuan? Tak apa, itu manusiawi. Aku mengerti karena aku juga manusia. Tapi, Pernahkah kau malu Setelah menyalahkan orang-orang Setelah menyalahkan keadaan Setelah menyalahkan Tuhan Padahal keadaan membaik Jauh lebih baik dari apa yang ada di kepalamu Saking baiknya sampai tak sempat terpikirkan Dan tanpa berpikir pula kau kegirangan Dan kau membaginya pada siapapun yang menatap matamu Seolah itu yang kau har...