Sekilas Cerita
Untuk #Challenge30HariSAPE_Hari26
Komunitas Sahabat Pena UGM
2018
Aku melihatnya menangis, keras sekali. Beberapa kali kutepuk pundaknya, ia tak bergeming. Sekian kali terguncang tubuhnya oleh tanganku barulah ia menarik napas.
"Aku tak bisa menari lagi."
Aku duduk di sebelahnya, merangkulnya. "Tapi kau masih bisa tersenyum, tidak apa-apa."
Dia ternyata menangis lebih keras, mulai meraung-raung. Aku pun gelagapan saat ia berdiri lalu ambruk setelah kakinya bergetar hebat dan tertekuk roboh.
"Kau masih bisa menari," aku cepat-cepat menggenggam tangannya. "Di dalam anganku, setidaknya."
Dia menatapku, air mata meleleh dari sudut matanya. "Tapi nyatanya tidak."
Aku kehabisan kata-kata saat ia kembali terisak. Bisu lidahku saat seseorang tiba-tiba menghampirinya, lalu menghentikan tangisnya hanya dengan kehadiran.
"Siapa peduli?" Aku menjawabnya melalui angin yang lalu ketika ia yang telah dikeringkan jejak air mata di pipinya dan orang yang kini merangkum tubuhnya dalam satu pelukan itu pergi menjauh, bersama. "Kau hanya selalu di angan, tak pernah nyata untukku."
"Aku tak bisa menari lagi."
Aku duduk di sebelahnya, merangkulnya. "Tapi kau masih bisa tersenyum, tidak apa-apa."
Dia ternyata menangis lebih keras, mulai meraung-raung. Aku pun gelagapan saat ia berdiri lalu ambruk setelah kakinya bergetar hebat dan tertekuk roboh.
"Kau masih bisa menari," aku cepat-cepat menggenggam tangannya. "Di dalam anganku, setidaknya."
Dia menatapku, air mata meleleh dari sudut matanya. "Tapi nyatanya tidak."
Aku kehabisan kata-kata saat ia kembali terisak. Bisu lidahku saat seseorang tiba-tiba menghampirinya, lalu menghentikan tangisnya hanya dengan kehadiran.
"Siapa peduli?" Aku menjawabnya melalui angin yang lalu ketika ia yang telah dikeringkan jejak air mata di pipinya dan orang yang kini merangkum tubuhnya dalam satu pelukan itu pergi menjauh, bersama. "Kau hanya selalu di angan, tak pernah nyata untukku."
Komentar
Posting Komentar
Thanks for reading! Waiting for your response