Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Ironi

Kini langit tak lagi biru Kini laut tak lagi eksotis Kini udara tak lagi menenangkan Kini matahari tak lagi menghangatkan Bahkan burung jarang adanya Apa lagi yang akan senada safir? Apa lagi yang akan melambangkan liburan tropis? Apa lagi yang enak dihembuskan? Apa lagi yang ramah menyinari? Kini kicau hanya kalimat digital Kini tablet bukan hanya obat Kini sekian inch berisi segala Kini angin sore dihantam gelombang Kini manusia telah maju Siapa pula yang gemar menatap obat? Siapa pula yang gemar bersusah payah? Siapa pula yang mau menikmati angin kering kotor? Bangsa mana yang enggan maju? Jungkat-jungkit di taman terus tak seimbang Karena tuan rela diperbudak hambanya Tanpa bius biar seujung kuku Sungguh,dunia telah berubah

Sobat

Waktu simfoni mengalun rayu Air mata merebak sudah Waktu getar panggilan mendadak Mata sebulat bola Waktu kata akan bertatap Bibir terus melengkung Waktu diri berdampingan Bahagia beradu wibawa Waktu dialog hanya milik kita Ingin rasanya benamkan waktu di Samudera Atlantik Waktu tangan mulai melambai Berat untuk rela Rasa baru kemarin kita bertemu Berjabat kaku gagu Rasa baru tadi kita tertawa Saling menggoda menyemangati Rasa seabad kita berkawan Memberi dan menerima rasa Menghargai hormati sikap Jari bergetar menekan tombol Ingatan merasuki otak Rasa mengular tanpa ujung Namun kalimat tak dapat menyimbolkan Kita tidak berubah

Boneka

Menatap dua butir bulat sempurna bebas kedip Merengkuh tubuh lembut empuk Berucap sia-sia, berbisik kosong dengan senyum Perindu ini mungkin menangis Tetap akan ada Menanti di atas pulau pengantar mimpi Siap sedia menyambut emosi Tawa, tangis, kesal, gembira Perindu ini memegang erat Mimpi terlalu besar untuk dipikul sendiri Terlampau konyol untuk dibagi pada dunia Senyum yang tersulam di bawah hidung berucap : "Aku akan membantu." Perindu ini semakin merindu Duhai wajah empuk penampung kenangan Mungkin sia-sia seluruhnya Namun yakin tetap mengalir Perindu ini memilih percaya

Kawan Khayal

Abstraksi semu imajinatif Penyebar energi positif Penawar energi negatif Kawan baru yang lama Bantu gores bumi sebelum robek langit Perangkul penuh pemahaman Adalah bayangan dari bayangan Tunas menjadi batang Kawan pupus karena diri, karena dunia "Khayal adalah semu adalah bukan realita adalah omong kosong" Yang pergi tanpa pamit Yang pergi dengan berangsur Yang pergi tanpa kuasa Adalah yang berbagi emosi Kawanku hanya khayal

Melompat Dari Awan Hujan

Riang menampung hadiah-Nya Bersedia menebar pada dunia Namun belum tempo Masih menanti,mengumpulkan Langit biru yang disusutkan Api hangat yang terlampaui Ingatannya merayu dayu Melompat dari awan hujan Mengintip keping langit Merengkuh keping api Rasanya rindu,ingin kembali Melompat dari awan hujan Singgahi kepingan perindu Kecup permukaan,tertawa simpul Ingin melangkah mundur Melompat dari awan hujan Tergoda lampauan perindu Keesokan mengulur ramah Di atas awan hujan Kembali pada awan hujan Berbesar hati, berkuat diri Lampauan mendorong gairah Keesokan menanti tabah Menggenggam api dan langit Meniti awan hujan

Hujan Rasa Kopi

Musim penghujan menghembus pundakku Banyak memilih kopi di sini,sayang Tapi sungguh lidahku tak kuasa Jiwa batinku mulai pekat,sayang Tanpa sebiji pun benda hitam itu Bagaimana kalau aku ikut memilih seduhan? Aku tak berani tahu, sayang Deras gerimis merintik Mirip aku dan suasanaku Aroma harum menguar lembut Tapi sungguh pekat lekat, sayang Mungkin nikmat,khidmat,tak sedap Ini soal kondisi,sayang Sungguh,persepsi merantai Saling membelit sulit tiap kedip Saling menguar kelar tiap hela Ini soal persepsi,sayang Mata kanan, Mata kiri, Keduanya, Atau tidak sama sekali. Ini soal prinsip pula,sayang Senyum senangku,sayang Berusaha terlukis di kertas basah Berusaha hangus di suhu minus Berusaha menyelam di pasir hisap Dan hujan malam ini,sayang Mirip aku,entah identik Hujan ini, Rasanya kopi,sayang.

Seribu Satu

Guliran bulan matahari berbagi singgasana Seribu ditambah satu Adalah neraca dan kacamata Apakah cerita bangga itu lenyap? Seribu berbanding satu Tak sepadan rasa-rasanya Apakah cerita panjang itu hanya rongsok nanti? Indahnya seperti dongeng timur tengah Panjangnya seperti malam kemuliaan Akhirnya adalah improvisasi spontan Menunggu waktu dan tirai tertutup Logika terbayang gairah Percayanya terpercik kesemuan lancung Aku melengkapi keping hati Tak mudah melepas beberapa untuk satu yang pasti Tak mudah tapi dapat Ini soal prinsip dan persepsi Entah tahu, tidak, belum Yang Mulia penuh rahasia

Penatku Untukku

Jangan coba memanggilku Bahkan tolehan takkan kupinjamkan Jangan coba menyentuhku Bahkan hangat takkan mengaliri Karena aku penat Coba ejek aku, berkata aib tentangku Agar himpunan pedasku melelehi leherku,melubanginya Karena aku berusaha membekukan api unggun Entah mengapa Ayo hajar aku Decah getah ludah beradu di lidahku Tapi malas menguapkannya Tapi enggan memaksa kakiku menghentak Penatku bukan untukmu Urusanku bukan milikmu Masalah hamba dan tuannya Masalah makhluk dan Tuhannya Masih menyapu dada,tenangkan hati Aku benar dan aku memuja nama-Nya Aku salah dan aku mengemis ampun-Nya Untuk penat milikku dari-Nya

Pedih

Perih mata meluncuri dada Menatap raut asing tersempil Peringatan telah ditebar Tanpa beban Tanpa sesal Kaki ingin menapak kuat Saat yang lebih membusung hanya tertawa bangga Alasan mentah cacat logika Botol susu bertakar kini usang Lenyapkah malu? Pada yang berlapang di sana Memegang ajaran ideal Yang terkikis denting kilau semu Lenyapkah takut? Kalimat berisi penuh energi Naikkan kelopak dan lihat kekosongannya Nyata dan menusuk Harap jauh dari nyata

Yang Mulia Berang-berang

Yang Mulia Berang-berang Salam hormatku untukmu Yang tak pernah berang Tapi kau tahu? Senyummu membungkus sesuatu. Yang Mulia Berang-berang Aku mencaci diriku sendiri Karena kalimatmu seperti perintah Dan aku tertawa untuk perintah Juga meratap untuk perintah Yang Mulia Berang-berang Salam hormatku padamu Yang jijik melihat tiram Yang terkesima melihat mutiara Aku merasa tertusuk, Yang Mulia Tak inginkah kau membiakkan mutiara? Dan bukannya membenamkan tiram ke dalam pasir Aku mungkin akan tergerus, Yang Mulia. Yang Mulia Berang-berang Beri ampunan pada tiram kisutmu ini Yang mulai dirayu arus Minggat dan menjadi pecundang. Aku hadir di sini, Yang Mulia Bukan untuk dikeritingi.

Lengkung Kecil

Dua netraku sejatinya Bukan untuk terlekat di tiap sudutmu Mulutku mungkin membuka ruang udara Namun dialog dan aib tentangmu mengalun dari mulut lain Aku tak bisa membeku di tengah neraka Itu akan seperti menahan takjub di tengah sirkus Menyakitkan. Bingkai bulat lengkungmu mulai menjajah Kalau aku menyusun ikatan tak kasat Kalau aku mengurai bola benang wol merah Ada simpul dan aku tetap mengurai Aku tak mau berhenti dan memamer lengkung kecil Tabu. Pengalaman membisikkan alasan di rongga sisi kepalaku Ini mungkin seperti kelelawar Kalau pukulan di perut memberi nyeri dada Aneh dan asing Konyol rasanya jika aku menambah gravitasi padaku Dan suaraku akan meledakkan tenggorokan Tapi mata sedikit berani bergoyang Dan lengkung kecil yang hanya sepersekian detik. Yang tersampaikan telah aku yakini Tak ada ragu padanya Aku akan tetap memeluk tubuhku Akan menggelikan dan mustahil untuk menggurat di wajahmu Tabu. Pengalaman membentuk lengkung kecil untuk diriku.

GORES

Jejalan jerit menyesaki Mulai berbisik menyeramkan Berhenti menyerukan angin berderu Sungai isak yang enggan terbendung Melimpahkan air terjun frutrasi Kerak penuh lengkung binar Menghalau getar bibir berkatup Redam guruh pilu tanpa raut Mereka melempar bola bowling Bagai melempar bola kasti Rangka berderik bergeser Seringai lelah penuh kekeh ejekan Dengan mata mengantuk penuh Intimidasi Dada mereka ingin dirobek Tubuh mereka mungkin dipilin Tawa suram penuh dengung Mereka tak dapat melompat Yang hendak mengecup langit Yang mau memeluk lautan Yang ingin menggores bintang Yang akan menunggang komet Yang berharap menunggang magma Sibuk menggenggam detak jantung Kelopak mata tertarik gravitasi Cahaya pandang berhenti berbinar Tapi ketidakredupan kasat adanya Menembus bibir tebal tipis Taring berkilau penuh gores

SKYSCREAM, an environmental poem

When the dry dusts are kissings While the flash of sol doesn't forgiving All of the skeletons hugging the rest of freshness With an abstract illustration on the arch of eyes Fanning selves with selves Nagging hearts with slurs Melodic scream of leaves' friction Like being slapped by the light prisms That hurling sharp colors Blocking the orb of eyes Anesthetizing temperature of the bodies Throwing the upset complaining Starring at the sky that almost perforated Exhaling the invisible anxiety Always try to keep protecting Just feels like a neglected barrier, an old roof Who don't deserve to be taken care Embracing knees, trembling shoullders The howl when pulling oxygens Release the carbon dioxide with fear With slanted eyes, skeletons are praying Crying to the screaming sky

Sekolah Terasa Menyenangkan saat Kelas Kosong, Guru Sakit, atau Rapat?

Riset unik ini diadakan sejak tanggal 22 Agustus 2011 hingga 22 Agustus 2013 (Jadi, sudah diadakan selama 2 tahun). Riset ini bertujuan untuk mengetahui pandangan para siswa (Yaa, seperti kita inilah) tentang kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sumber dari riset ini pada umumnya adalah jejaring sosial yang sudah akrab kita dengar yaitu, Twitter. Sekolah pada dasarnya berperan sebagai pengayaan wawasan dan pengetahuan untuk para siswa. Ternyata, bagi sebagian siswa, sekolah tidak difungsikan seperti itu. “Berdasarkan hasil survei, dari 113.000 perbincangan tentang sekolah , perbincangan paling marak yang menyinggung kegiatan belajar-mengaja r. S ecara tersirat , pesan mereka mengesankan aktivitas belajar-mengajar di sekolah tidak menyenangkan .” Jelas Cindy Herlin Marta, seorang analisis Pendidikan Remaja.      Salah satu buktinya adalah tweet pada tanggal 23 Juli 2012  dari akun @salam_jakart a , yaitu : " Di sekolah itu hal yang paling menyena...

Pidato Anti-Mainstream

 Pidato termasuk salah satu tugas di mata pelajaran Bahasa Indonesia. Di sekolah, umumnya guru-guru menentukan tema pidato yang berkaitan dengan pendidikan, lingkungan, atau IPTEK. Tentu untuk tugas sekolah, kita lebih condong memilih tema Pendidikan. Tapi, pidato yang dibawakan hanya tentang itu-itu saja,alias mainstream , sekedar mengulas perkembangan pendidikan di Indonesia. Hm, bagaimana kalau kita mencoba membuat pidato yang anti-mainstream ??  Berburu Bocoran Soal Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu Pertama-tama marilah kita mengucapkan syukur kepada Allah SWT. karena atas izin-Nya kita dapat berkumpul kembali di kelas kita ini. Pada kesempatan ini, saya ingin membahas trending topic di kalangan para siswa tingkat akhir di setiap jenjang pendidikan. Yaitu, Ujian Nasional. Tetapi, saya bukannya ingin membahas tentang berbagai persiapan dalam menghadapi Ujian Nasional, melainkan tentang fenomena pemburuan bocoran-bocoran soal Ujian Nasional. ...

Yeah, i'm the loser. Why? Problem?

Masih ingat karakter periang, Yashinta? Nah, usut punya usut, karakter yang akrab dipanggil Yash ini punya dua adik kembar. Hmm...how cute :3 Ah, lebay. Berlebihan. Dua adikYash adalah si kembar Raza-Zara. Raza ini orangnya PeDe dan jahil abis! Beda jauh dengan Zara yang kalem. Nah, suatu hari, Zara mewakili kelasnya dalam lomba akademik. Sayangnya, dia kalah. Kelas mereka diejek oleh lawan-lawannya. Raza yang sekelas dengan Zara mewakili kelas dalam lomba olahraga, dan dia menang. Semua siswa di kelas mereka balas mengejek lawan. Raza mencegah mereka semua, dan Riku, cowok blasteran Indo-Jepang, teman mereka, heran. Dia bertanya, "Za, kita cuma ngebalas ejekan mereka terhadap Zara." "Jangan,lah. Dasar." "Loh? Katanya kamu kembarnya Zara? Kok mau Zara diejek?" "Yee.. bukannya mau dia diejek." "Lah? Apa dong?" "Kalo kalian terus saling mengejek, kapan selesainya?" "Bener katamu,Za." Eh, Zara ikut muncul...

Enjoy for an Everlasting Joy

Sebut saja namanya Yashinta, gadis remaja yang selalu ceria. Ya, selalu ceria, bukannya tampak ceria. Semua orang selalu merasa riang jika disampingnya, tak terkecuali Rahmran, remaja paling dingin diantara ratusan siswa di sekolah menengah. Orang-orang bertanya, bagaimana Yashinta selalu ceria? Padahal siswa di sekolahnya adalah anak-anak yang tidak bergembira. Ketatnya persaingan, serta tekanan yang memaksa mereka selalu sukses membuat senyuman menjadi hal paling tabu yang pernah ada disana. Semua siswa tahu, Yashinta pindahan yang mendapat beasiswa. Selain Yashinta, banyak pula siswa pindahan lain. Mereka awalnya ceria, easy-going, seperti air. Namun sejak "dibekukan" keadaan, mereka berubah menjadi es, seperti siswa lainnya. Rahmran, sahabat dekat Yashinta akhirnya buka mulut. Dia bilang, Yashinta bukanlah "air", hingga dia tidak pernah membeku. Dia bilang, Yashinta itu madu, yang tidak membeku. Apa maksud dari semua itu? Akhirnya Yashinta angka...