Langsung ke konten utama

Ironi

Kini langit tak lagi biru
Kini laut tak lagi eksotis
Kini udara tak lagi menenangkan
Kini matahari tak lagi menghangatkan
Bahkan burung jarang adanya

Apa lagi yang akan senada safir?
Apa lagi yang akan melambangkan liburan tropis?
Apa lagi yang enak dihembuskan?
Apa lagi yang ramah menyinari?
Kini kicau hanya kalimat digital

Kini tablet bukan hanya obat
Kini sekian inch berisi segala
Kini angin sore dihantam gelombang
Kini manusia telah maju

Siapa pula yang gemar menatap obat?
Siapa pula yang gemar bersusah payah?
Siapa pula yang mau menikmati angin kering kotor?
Bangsa mana yang enggan maju?

Jungkat-jungkit di taman terus tak seimbang
Karena tuan rela diperbudak hambanya
Tanpa bius biar seujung kuku

Sungguh,dunia telah berubah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pidato Anti-Mainstream

 Pidato termasuk salah satu tugas di mata pelajaran Bahasa Indonesia. Di sekolah, umumnya guru-guru menentukan tema pidato yang berkaitan dengan pendidikan, lingkungan, atau IPTEK. Tentu untuk tugas sekolah, kita lebih condong memilih tema Pendidikan. Tapi, pidato yang dibawakan hanya tentang itu-itu saja,alias mainstream , sekedar mengulas perkembangan pendidikan di Indonesia. Hm, bagaimana kalau kita mencoba membuat pidato yang anti-mainstream ??  Berburu Bocoran Soal Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu Pertama-tama marilah kita mengucapkan syukur kepada Allah SWT. karena atas izin-Nya kita dapat berkumpul kembali di kelas kita ini. Pada kesempatan ini, saya ingin membahas trending topic di kalangan para siswa tingkat akhir di setiap jenjang pendidikan. Yaitu, Ujian Nasional. Tetapi, saya bukannya ingin membahas tentang berbagai persiapan dalam menghadapi Ujian Nasional, melainkan tentang fenomena pemburuan bocoran-bocoran soal Ujian Nasional. ...

Jerit Malam

Sepotong Puisi Untuk #Challenge30HariSAPE_Hari18 Komunitas Sahabat Pena UGM 2018 Apa cuma aku Yang tak sedikit pun menjerit di agenda jerit malam? Hanya diam tanpa komentar Hanya berjalan tanpa rehat Semakin cepat kaki, semakin cepat waktu Kanan-kiri, depan-belakang, memekik-menjerit Sosok melompat dari punggung pohon, memantul dari balik semak Bulan bekerja sama menyoroti Mungkin memang hantu sungguhan Mungkin bukan rekayasa panitia Tapi pohon dan hutan tak akan menyakiti jika tak disakiti Begitu pun roh di dalamnya Kadang menelengkan kepala Menarik senyum dan alis Apa cuma aku Yang mengangguk dan bersalam? Kembali diam tak berucap Lanjut berjalan tanpa stop Semakin lebar langkah, semakin lekas beranjak Tengkuk, lengan, tungkai, bulu roma biar menegak Biar ada yang menyeringai dari pucuk pohon Masih samar dan terus berbayang Biar bulan tak redup sedikit pun Mataku menunduk rendah Matanya berkilat merah

Bikini Atoll: The True Nuclear Battlefield

[disclaimer: the following article is a used assignment of mine on July 2020 under Aquatic Ecology course] DISASTROUS BATTLE BROUGHT TO THE ATOLLS The Republic of Marshall Islands is an America associated country which located in the central Pacific Ocean. It is spanning more than 5,025,000 km 2 , comprised of 1,225 islands and islets including 29 atolls and five solitary low coral islands. Most atolls of the Marshall Islands consist of an irregular shaped reef-rim with numerous islets encircling a lagoon with water depths that can reach 60 m. Prior to Western contact, people of Marshall Islands relied on fishing and tropical agriculture for subsistence.   (Beager et al., 2008). Meanwhile, the Northern edge of Marshall Islands is no longer known to be safe for human habitation. Located above the equator in Pacific Ocean, the ring of 23 islands surrounding a lagoon called Bikini Atoll. On February 1944, during the peak of World War II, Kwajalein Atoll in the southeast of Bikin...