Tuan, kau bagai Sita dan aku bertopeng Rahwana
Tuan, kau memujanya bagaikan ia takdirmu
Bagaikan ia yang senantiasa memelukmu
Bagaikan dia Rama yang hanya untukmu
Aku, Tuan.
Yang menggamitmu dalam gelap
Yang kau sanding dalam gaun hitam
Yang merasamu dalam diam, dalam dalam
Kau, Tuan!
Kau yang menarikku dari wajar dan waras
Kau juga yang memelukku sebab sepi
Dan masih kau yang melumuriku
Dengan jilat madu yang liat
Tuan, tubuhku yang kau dirikan saat para Hanoman datang
Wajahku yang kau hadapkan saat busur Rama membentang
Namaku yang kau teriakkan saat dunia menuding, Tuan!
Tuan!
Kenapa jari-jarimu lolos kala tanganku terpiting, Tuan?
Mengapa suaramu reda saat teriakku didera?
Bagaimana bisa kau berpeluk dalam rengkuh Rama,
Saat aku ditekuk dalam kungkung Hanoman, Tuan?
Tuan, habis sudah jejakmu
Kecuali terbasuh air mataku
Habis sudah senyummu
Kecuali hanyut dalam darahku, Tuan
Tidak ada, Tuan, bibir yang menyebutmu Sita, kecuali
pengantin Rama
RAHWANA
RAHWANA
Hanoman beriring menginjakkan namaku
RAHWANA
RAHWANA
Rama tak bicara kecuali melepas belitku
RAHWANA
RAHWANA
Sita tak muncul, mengintip dari tirai pembaringan
Itu kau, Tuan
RAHWANA
RAHWANA
RAHWANA
Itu aku, Tuan!
Merangkak dalam lumpur,
menegak dengan mendung
RAHWANA
RAHWANA
Saat wajahku kuangkat, Tuan.
Hanoman bergeliat dan hujan berguyur
Saat leherku berputar, Tuan,
Aku tahu duniaku bertukar
Dan seru-seruan yang menebalkan mukaku
Diaduk lumpur
Dikorek hujan
Tuan, kau, melongok bersama Rama
Aku, Tuan, melangkah meraba arah
Rama, Tuan, bersamamu diiring Hanoman
Menjerit pada langit
Menggebu agar bumi terbangun
RAHWANA
RAHWANA!
Aku, Tuan.
Terusir dalam ombak, beribu langkah dari hela napasmu, Tuan
Dan bersamaku, Tuan
Luka lamamu selalu bantu kutelan
Takkan kulimpahkan barang setitik yang mengaduk ingatku
Berguguran dihisap ibu pertiwi dan cucu-cicitnya
Kecuali habis
Gosong dicakar bara
Menjadi debu
Oh, Tuan!
Dengar angin menusukkan napasku di kulitmu
Menjerit,
RAHWANA, TUAN,
AKU!
Komentar
Posting Komentar
Thanks for reading! Waiting for your response