Aku hanya seorang siswi SMP, tidak
lebih. Aku selalu memiliki sekolah dambaan. Pengalaman belajarku masih sangat
minim, baru 7 tahun karena aku baru saja masuk SMP.
Aku masuk di salah satu SMP terkenal di
kotaku, dan membuatku sadar bagaimana pendidikan di Indonesia, negeriku.
Mungkin, sekolah dambaanku ini bukan hanya mengulas angan-anganku tentang
sekolah sempurna, tapi juga membandingkannya dengan sekolah-sekolah yang sudah
kujalani dan kulihat sekilas di tayangan televisi, juga dari berbagai cerita.
Pertama, masalah guru. Bagi kebanyakan siswa
sepertiku, guru dibedakan menjadi dua, guru yang baik hati dan guru yang killer.
Pikiran pendek siswa untuk mengkategorikan seorang guru dalam kategori ‘baik’
adalah tidak suka marah. Mungkin banyak orang (dewasa) yang tidak setuju dalam
hal ini. Tapi, menurut kami, seorang guru harus menjadi sahabat bagi siswanya.
Aku selalu berangan, seandainya seluruh guru di sekolah itu menerima masukan
dan mengajar dengan menempatkan dirinya sebagai seorang sahabat yang dihormati
dan disegani, bukan ditakuti.
Guru menurutku harus memahami jiwa para
siswanya. Seperti guru TK yang memahami para siswa yang masih dalam tahap
bermain. Guru seharusnya mulai memahami siswa yang masih berada dalam tahap
bermain dan tahap mulai serius. Setiap anak berkembang dalam waktu berbeda,kan?
Jadi ada tingkatan kelas yang masih perlu selingan bermain dan tingkatan kelas
yang enggan bermain-main.
Terkadang pula, ada guru yang tidak
mau menerima pendapat muridnya dan ada yang menerima pendapat muridnya
mentah-mentah. Benar-benar tidak lucu jika seorang siswa lebih pandai dari
muridnya. Tapi guru juga harus menerima saran dari muridnya dan memperluas
pengetahuannya.
Kedua, fasilitas dan lingkungan
sekolah. Fasilitas
mewah sering juga menjadi alasan tingginya biaya bulanan sekolah. Alasannya,
tarif listrik. Hei, bukankah itu salah sekolah sendiri? Misalnya, kenapa mereka
masih melengkapi tiap kelas dengan AC padahal sudah tahu tingginya tarif
listrik. Lalu, para siswa mengeluh karena AC yang kurang dingin padahal mereka
sendiri yang membuka pintu lebar-lebar saat AC dinyalakan.
Sekolah dambaanku, tidak perlu
fasilitas mewah. Tanpa fasilitas-fasilitas yang tidak terlalu penting pun kita
tetap bisa belajar, seperti AC. Malah, AC bisa membuat kita merasa nyaman
hingga terlena akan kantuk, jadi nggak konsentrasi belajar,kan?
Lingkungan sekolah dambaanku juga
sebisanya dijauhkan dari permukiman penduduk. Para siswa terkadang berisik dan
heboh di dalam kelas dan akan mengganggu masyarakat. Walaupun siswa dan
masyarakat sudah diberi pengertian, pasti masih ada kesalahan yang timbul. Lalu
bagaimana? Mungkin bangunan sekolah agak berjauhan dengan rumah penduduk.
Jangan sampai tepat di samping ruang kelas ada rumah penduduk. Itu tentunya akan
mengganggu aktivitas di kelas ataupun di rumah penduduk. Lalu,bagaimana jika
sudah terlanjur? Ya, berilah pengertian pada siswa dan penduduk lalu tempatkan
kelas-kelas atas yang siswanya lebih dewasa di kelas yang dekat dengan rumah
penduduk itu.
Ketiga, hubungan antara guru dan
orangtua siswa. Biasanya, hubungan disini dikaitkan dengan (maaf) uang ataupun
barang-barang lain untuk mendongkrak nilai siswa dan hubungan jabatan. Tapi itu
tentunya cuma segelintir,bukan? Ada pula hubungan antara orangtua siswa dan
guru yang masih ada hubungan keluarga ataupun pertemanan di masa lampau, juga
dekatnya guru dan orangtua karena siswa yang berprestasi.
Sekali aku mendengar tentang hubungan
guru dan orangtua siswa, yang terbersit di pikiranku adalah pendongkrakan nilai.
Dalam anganku, aku tidak ingin ada sistem pendongkrakkan nilai karena tiga
hubungan pertama. Hal itu benar-benar menjadi mimpi buruk bagi para siswa
kurang mampu karena orangtua mereka tidak punya jabatan atau alasan lainnya. Sebaiknya,
guru dan orangtua siswa bisa bekerja sama mendukung perkembangan prestasi siswa
bukannya membuat siswa terlena dengan nilai di atas rata-rata karena faktor
kekayaan.
Keempat, mata pelajaran. Berdasarkan hasil
pencarianku di internet dan wawancara singkat dari kakak mahasiswa, mereka itu
enak sekali. Misalnya kita masuk suatu jurusan, bahasa inggris misalnya. Selama
4 tahun kuliah (sekitar 8 semester) mereka belajar bahasa inggris selama 8
semester dan belajar pelajaran lain, misalnya bahasa Indonesia, hanya di satu
semester. Coba bandingkan dengan SD dan SMP yang harus menguasai sekitar
sepuluh mata pelajaran dalam enam hingga tiga tahun. Siswa sekolah yang
menyukai IPS namun kurang suka Matematika pasti merasa tertekan dengan keadaan
ini.
Menurutku, memang penting mempelajari
pelajaran lain, tapi mungkin tidak terlalu mendalam dan hanya dasar-dasarnya
saja. Ayahku pernah bilang, di masa kecil kita harus tahu sedikit tentang
banyak hal lalu tahu banyak tentang sedikit hal di masa tua. Jadi, di sekolah
dambaanku, kita hanya belajar sedikit tentang banyak pelajaran. Lalu ada sistem
memilih mata pelajaran utama yang paling kita gemari dan bisa diganti tiap
semester.
Kelima, tugas dan pekerjaan rumah. PR menurutku tidak menjadi
masalah. Banyak siswa yang bilang, terlalu banyak PR itu merepotkan dan
keputusannya itu, mengerjakan PR di sekolah. Kebiasaan para siswa adalah
mengerjakan PR di malam hari dan PR itu dikumpulkan besoknya. Kebiasaan
mengerjakan PR di sekolah bisa ditangani dengan harus mencantumkan tanda tangan
orangtua atau wali sebagai bukti bahwa mereka mengerjakan PR di rumah. Sistem
itu berlaku di kelasku, dan kupikir sistem itu sangat bagus!
Tapi terkadang, guru memberi tugas
dan PR yang materinya belum dipelajari. Pernah juga ada satu kasus, yaitu PR
yang dikumpulkan harus bersumber dari internet. Lalu bagaimana dengan siswa
yang tidak memiliki sambungan internet? Di sekolah dambaanku, PR hanya berupa
latihan soal ataupun latihan-latihan lain yang membuat para siswa lebih paham
tentang materi yang diajarkan.
Keenam, hubungan antar siswa. Mulai dari jenjang SMP, hubungan antar siswa
yang paling sering dibicarakan adalah hubungan antara kakak dan adik kelas,
apalagi jika MOS (Masa Orientasi Siswa) dimulai. Berbagai berita dari seluruh
Indonesia tersebar dengan satu topik, MOS. Lantas ada yang berpendapat untuk
meniadakan MOS.
Sebenarnya, sejak kapan MOS menjadi
ajang (maaf) kekerasan mental seperti yang sering diberitakan. Mungkin MOS bisa
menjadi ajang pengenalan sekolah bagi para murid baru, tanpa kekerasan. Berkeliling
sekolah, pengenalan masyarakat sekolah, dan berkenalan dengan teman baru.
Sepertinya mengasyikkan. Tapi kadang, MOS dibumbui hal-hal aneh.
Kembali ke topik. Sering terdengar
istilah ‘pajak’ yang dilakukan kakak kelas pada adik kelas. Menurutku, semua
yang bertindak seperti itu harus ditindaki. Guru juga bisa melakukan pendekatan
pada siswa agar berkata jujur hal apa yang dialaminya karena siswa baru kerap
mendapat ancaman. Kakak kelas itu bertindak sebagai senior dan mengenalkan tata
tertib sekolah pada adik kelasnya dengan menempatkan dirinya sebagai seorang
teman yang dihormati bukan ditakuti. Adik kelas tentunya mengikuti
contoh-contoh positif dari kakak kelas, bukannya contoh negatif.
Ketujuh, bentuk ujian kelulusan. Ujian nasional tahun ini terkesan
kacau dan menimbulkan pertanyaan di benak banyak orang, “Sudah tepatkah UN
menjadi penentu kelulusan siswa?”
Kita tahu hanya tiga hingga empat
pelajaran yang diujiankan. Bagaimana dengan siswa yang ahli di pelajaran
olahraga? Jika saja sistem memilih mata pelajaran diadakan, maka kita bisa
menjalani ujian sesuai keahlian kita dan menjalani ujian-ujian sederhana
tentang mata pelajaran yang tidak kita pilih sebagai mata pelajaran utama. Dengan
begitu, siswa-siswa Indonesia mudah diarahkan dalam mencapai prestasi.
Terakhir, harapan untuk pendidikan
Indonesia ke depan. Harapanku, agar tidak ada lagi pungutan di sekolah. Kalaupun
ada, jumlahnya jangan terlalu tinggi.. Lalu aku juga berharap pemerintah
mengadakan sosialisasi kurikulum baru kepada masyarakat. Karena ita butuh
pemahaman dulu tentang kurikulum baru dan aku juga berharap, agar uang untuk
pendidikan tidak dikorupsi. Karena jika uang-uang itu dikorupsi, bagaimana kita
bisa memajukan pendidikan Indonesia yang tentu saja butuh biaya? Baiklah, hanya
itu saja.
Terima Kasih sudah membaca dan mohon
maaf bila ada kata-kata yang salah.
Komentar
Posting Komentar
Thanks for reading! Waiting for your response