Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2018

Tuan

Tuan, mencintaimu lebih sakit dari hempas ombak Lebih lebam dari hantaman karang Sementara aku berdayung menuju labuhmu, Hati habis dicakar angin, dikoyak waktu Tuan, aku selamat dengan hati bersisa Lalu potong-potongannya kau tumbuhkan Lalu tubuhku mulai kau agungkan Kala ragaku habis oleh sanjungmu, tuan, Hati yang baru setengah sembuh itu Kau umpankan pada hiu-hiu yang menganga Kau mendorongku untuk mengejar hatiku, tuan Tapi aku tenggelam dan kehilangan Saat aku bangun dan terapung Aku tak tahu harus apa selain memotong karang dan menyumpalnya di dadaku yang berlubang Lalu menyusuri Pasang surut yang menyanyikan kisahmu, tuan Dengan hati berganti batu

Aku, Rahwana-mu

Tuan, kau bagai Sita dan aku bertopeng Rahwana Tuan, kau memujanya bagaikan ia takdirmu Bagaikan ia yang senantiasa memelukmu Bagaikan dia Rama yang hanya untukmu Aku, Tuan. Yang menggamitmu dalam gelap Yang kau sanding dalam gaun hitam Yang merasamu dalam diam, dalam dalam Kau, Tuan! Kau yang menarikku dari wajar dan waras Kau juga yang memelukku sebab sepi Dan masih kau yang melumuriku Dengan jilat madu yang liat Tuan, tubuhku yang kau dirikan saat para Hanoman datang Wajahku yang kau hadapkan saat busur Rama membentang Namaku yang kau teriakkan saat dunia menuding, Tuan! Tuan! Kenapa jari-jarimu lolos kala tanganku terpiting, Tuan? Mengapa suaramu reda saat teriakku didera? Bagaimana bisa kau berpeluk dalam rengkuh Rama, Saat aku ditekuk dalam kungkung Hanoman, Tuan? Tuan, habis sudah jejakmu Kecuali terbasuh air mataku Habis sudah senyummu Kecuali hanyut dalam darahku, Tuan Tidak ada, Tuan, bibir yang menyebutmu Sita, ...